Senin, 04 Februari 2013



1)      Pengolahan limbah bertujuan untuk menghilangkan unsur-unsur pencemar dari air limbah dan untuk mendapatkan effluent dari pengolahan yang mempunyai kualitas yang dapat diterima oleh badan air penerima tanpa ada gangguan fisik, kimia ataupun biologi (Soedjono, 1991).
Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume, konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau kegiatan, melalui proses fisika, kimia atau hayati. Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah, upaya pertama yang harus dilakukan adalah upaya preventif yaitu mengurangi volume bahaya limbah yang dikeluarkan ke lingkungan yang meliputi upaya mengurangi limbah pada sumbernya, serta upaya pemanfaatan limbah. Program minimisasi limbah di Indonesia baru mulai digalakkan, yang tujuannya untuk mengurangi jumlah limbah dan pengolahan limbah yang masih mempunyai nilai ekonomis.
Sama halnya dengan pengolahan limbah rumah sakit juga membutuhkan penanganan khusus, karena limbah rumah sakit mempunyai keistimewaan dibandingkan dengan limbah yang dihasilkan oleh industri atau kegiatan lainnya. Rumah sakit adalah tempat kegiatan (sesuai dengan peranannya) sebagian orang rentan yang harus ditangani. Orang rentan atau sakit tersebut adalah merupakan agent penyakit yang tanpa menghasilkan limbah pun sudah membawa bibit penyakit, dengan kata lain apabila orang-orang sakit tersebut menghasilkan limbah maka limbah tersebut merupakan akumulasi berbagai bibit penyakit (depot) yang dapat membawa dampak buruk terhadap lingkungannya. (David, 1982). 
Dalam air limbah lemak dan minyak merupakan komponen utama. Agar air limbah dapat dikelola dengan baik maka susunan dan sifat air limbah tidak boleh diabaikan, karena hal ini dapat menyulitkan pada saat pengaliran atau pada saat pengolahan. Misalnya pada air limbah yang banyak mengandung lemak yang merupakan sebagian dari komponen air limbah mempunyai sifat yang menggumpal dan akan melekat pada dinding saluran saat udara normal atau udara dingin dan akan berubah menjadi cair pada suhu yang lebih panas.
Lemak yang berupa benda cair pada saat dibuang ke saluran air limbah akan menumpuk secara komulatif pada saluran air limbah karena mengalami pendinginan dan lemak itu akan menempel pada dinding saluran air limbah yang pada akhirnya akan dapat menyumbat aliran air limbah. Selain penyumbatan akan dapat juga terjadi kerusakan pada tempat dimana lemak tersebut menempel yang bisa berakibat timbulnya kebocoran. Untuk mengatasi kesulitan terhadap adanya lemak di dalam air limbah, maka perlu dianjurkan adanya bangunan penangkap lemak sebelum membuang air limbahnya ke dalam saluran air limbah. (Sugiharto, 1987).
b.      Pengolahan Air Limbah Industri
Keberadaan Instalasi Pengolahan Air Limbah pada setiap Rumah Sakit sangat penting untuk mengolah air limbah yang dihasilkan di rumah sakit tersebut dengan harapan tidak menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.
Keharusan pengolahan air limbah telah ditegaskan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.173/MENKES/PER/VII/1977 dalam pasal 5 ayat 2, disebutkan bahwa :
“Penggunaan badan air kelas A atau kelas B atau kelas C sebagai media penerima buangan industri dan atau pertambangan dan atau buangan rumah tangga dalam bentuk cairan tersebut diolah dengan sarana pembuangan secara saksama”.  
Hal yang sama juga disebutkan dalam Peraturan Pemerintah RI No. 20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air dalam pasal 17 ayat 1 disebutkan bahwa :
“Setiap orang atau badan yang membuang limbah cair wajim mentaati baku mutu limbah cair sebagaimana ditentukan dalam izin pembuangan limbah cair yang ditetapkan baginya”.
Secara garis besar kegiatan pengolahan air limbah dapat dikelompokan dalam tahap pengolaha pendahuluan (pre treatment), tahap pengolahan pertama (primary treatment), tahap pengolahan kedua (secondary treatment), tahap pengolahan ketiga (tertiary treatment) dan tahap pengolahan lanjutan (ultimate disposal).
a.       Pengolahan Pendahuluan
Mula-mula air limbah ditampung dan dilakukan pembersihan agar mempercepat dan memperlancar proses pengolahan selanjutnya. Kegiatan-kegiatan pada pengolahan pendahuluan adalah menyortir kerikil dan lumpur kemudian menghilangkan zat padat dan memisahkan lemak.  
b.      Pengolahan Pertama
Pengolahan pertama dilakukan untuk menghilangkan zat-zat padat yang tercampur melalui pengendapan atau pengapungan. Pada pengolahan tahap ini memerlukan suatu bangunan pengendapan yang terdiri dari daerah pemasuk, daerah pengendapan dan daerah pengeluaran.
Agar semua endapan dapat mengendap pada areal pengendapan, maka kecepatan aliran air limbah harus diselaraskan dengan kecepatan endapan sesuai dengan kedalaman dari bak pengendapan tersebut. Dengan demikian kecepatan endapan dan kecepatan aliran partikel harus sama dalam mencapai dasar bak dan daerah pengeluaran.
Dengan adanya pengendapan ini maka akan mengurangi kebutuhan oksigen pada pengolahan biologis berikutnya.
c.       Pengolaha Kedua
Tahap ini sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain jumlah air limbah, tingkat kotoran, jenis kotoran dan lain-lain. Selanjutnya pengolahan kedua merupakan proses hayati sebagai kerja jazad renik, selain menguraikan BOD juga menguraikan parameter lain seperti padatan tersuspensi, warna, bau dan lainnya.
d.      Pengolahan Ketiga
Pengolahan ketiga dilakukan untuk menyempurnakan reduksi bahan kimia/pencemar yang tidak mampu dilakukan dengan pengolahan pertama dan kedua. Pada tahap ini terjadi proses kimia, fisika maupun fisika kimia.
e.       Pengolahan Lanjutan
Hasil dari semua tahap berupa lumpur yang perlu diolah pada pengolahan lanjutan. Misalnya dalam proses sedimentasi pada pengolahan I maupun pengolahan II menghasilkan lumpur yang sering kali menimbulkan masalah karena mengandung bahan pencemar dengan kadar tinggi.

2)       
Untuk mencegah agar tidak terjadi pencemaran air, dalam aktivitas kita dalam memenuhi kebutuhan hidup hendaknya tidak menambah terjadinya bahan pencemar antara lain tidak membuang sampah rumah tangga, sampah rumah sakit, sampah/limbah industri secara sembarangan, tidak membuang ke dalam air sungai, danau ataupun ke dalam selokan.
Tidak menggunakan pupuk dan pestisida secara berlebihan, karena sisa pupuk dan pestisida akan mencemari air di lingkungan tanah pertanian. Tidak menggunakan deterjen fosfat, karena senyawa fosfat merupakan makanan bagi tanaman air seperti enceng gondok yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran air.
Pencemaran air yang telah terjadi secara alami misalnya adanya jumlah logam-logam berat yang masuk dan menumpuk dalam tubuh manusia, logam berat ini dapat meracuni organ tubuh melalui pencernaan karena tubuh memakan tumbuh-tumbuhan yang mengandung logam berat meskipun diperlukan dalam jumlah kecil.
Penumpukan logam-logam berat ini terjadi dalam tumbuh-tumbuhan karena terkontaminasi oleh limbah industri. Untuk menanggulangi agar tidak terjadi penumpukan logam-logam berat, maka limbah industri hendaknya dilakukan pengolahan sebelum dibuang ke lingkungan. Proses pencegahan terjadinya pencemaran lebih baik daripada proses penanggulangan terhadap pencemaran yang telah terjadi.
Pengolahan limbah
Limbah industri sebelum dibuang ke tempat pembuangan, dialirkan ke sungai atau selokan hendaknya dikumpulkan di suatu tempat yang disediakan, kemudian diolah, agar bila terpaksa harus dibuang ke sungai tidak menyebabkan terjadinya pencemaran air. Bahkan kalau dapat setelah diolah tidak dibuang ke sungai melainkan dapat digunakan lagi untuk keperluan industri sendiri.
Sampah padat dari rumah tangga berupa plastik atau serat sintetis yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme dipisahkan, kemudian diolah menjadi bahan lain yang berguna, misalnya dapat diolah menjadi keset. Sampah organik yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme dikubur dalam lubang tanah, kemudian kalau sudah membusuk dapat digunakan sebagai pupuk.

CONTOH LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR SEMESTER I





LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA DASAR

ARGENTOMETRI
TGL PERCOBAAN:







A.   Ziyad Arzaqi
NPM: 201210448
JURUSAN TEKNOLOGI LINGKUNGAN
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI SAPTA TARUNA


I.                   PRINSIP PERCOBAAN: Reaksi Netralisasi

II.                REAKSI:

titrasi yang menggunakan garam argentum nitrat (AgNO3) sebagai larutan standard. Dalam titrasi argentometri, larutan AgNO3 digunakan untuk menetapkan garam-garam halogen dan sianida karena kedua jenis garam ini dengan ion Ag+ dari garam standard AgNO3 dapat memebentuk suatu endapan atau suatu senyawa kompleks sesuai

III.             TEORI:


Argentometri adalah suatu proses titrasi yang menggunakan garam argentum nitrat (AgNO3) sebagai larutan standard. Dalam titrasi argentometri, larutan AgNO3 digunakan untuk menetapkan garam-garam halogen dan sianida karena kedua jenis garam ini dengan ion Ag+ dari garam standard AgNO3 dapat memebentuk suatu endapan atau suatu senyawa kompleks sesuai dengan persamaan reaksi berikut ini :
NaX   +  Ag+      Û      AgX   +   Na+     ( X = halida )
KCN   +  Ag+      Û      AgCN   +   K+
KCN   +  AgCN      Û      K{Ag(CN)2}
Argentometri termasuk salah satu cara analisis kuantitatif dengan sistem pengendapan. Cara analisis ini biasanya dipergunakan untuk menentukan ion-ion halogen, ion perak, ion tiosianat serta ion-ion lainnya yang dapat diendapkan oleh larutan standardnya. Titrasi argentometri terbagi menjadi beberapa metode penetapan disesuaikan dengan indicator yang diperlukan dalam penetapan kadar yaitu :

Metode Mohr

Atau nama lainnya metode dengan pembentukan endapan berwarna. Dalam cara ini, ke dalam larutan yang dititrasi ditambahkan sedikit larutan kalium kromat (K2CrO4) sebagai indikator. Pada akhir titrasi, ion kromat akan bereaksi dengan kelebihan ion perak membentuk endapan berwarna merah dari perak kromat, dengan reaksi :
CrO42-    +    2Ag+        Û      Ag2CrO4

Contoh Hasil titrasi menggunakan metode Mohr
Konsentrasi ion klorida dalam suatu larutan dapat ditentukan dengan cara titrasi dengan larutan standart perak nitrat. Endapan putih perak klorida akan terbentuk selama proses titrasi berlangsung dan digunakan indicator larutan kalium kromat encer. Setelah semua ion klorida mengendap maka kelebihan ion Ag+ pada saat titik akhir titrasi dicapai akan bereaksi dengan indicator membentuk endapan coklat kemerahan Ag2CrO4 (lihat gambar). Prosedur ini disebut sebagai titrasi argentometri dengan metode Mohr.

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Ag+(aq) + Cl-(aq) -> AgCl(s) (endapan putih)
Ag+(aq) + CrO42-(aq) -> Ag2CrO4(s) (coklat kemerahan)

Metode Volhard
Atau nama lainnya metode dengan cara pembentukan ion kompleks berwarna. Dalam cara ini, larutan standard perak nitrat ditambahkan secara berlebih ke dalam larutan analit, kemudian kelebihan ion perak dititrasi dengan larutan standard amonium atau kalium tiosianat dengan menambahkan  ion feri (Fe3+) sebagai indikator. Pada akhir titrasi, ion feri akan bereaksi dengan kelebihan ion tiosianat memebentuk ion kompleks {Fe(SCN)6}3- yang berwarna coklat.
X    +    Ag+         Û      AgX   +   Ag+ sisa
Ag+ sisa   +    SCN-      Û      AgSCN
Fe3+    +    6 SCN-      Û     {Fe(SCN)6}3-

Metode Fajans

Atau nama lainnya metode dengan menggunakan indikator adsorpsi (metode Fajans). Titik akhit titrasi dalam titrasi dengan cara ini ditandai dengan berubahnya warna endapan AgX sebagai akibat dari adanya adsorpsi endapan AgX terhadap pereaksi pewarna yang ditambahkan. Indikator yang sering digunakan adalah fluorescein dan eosin.

Indikator adsorbsi merupakan pewarna, seperti diklorofluorescein yang berada dalam keadaan bermuatan negative dalam larutan titrasi akan teradsorbsi sebagai counter ion pada permukaan endapan yang bermuatan positif. Dengan terserapnya ini maka warna indicator akan berubah dimana warna diklorofluorescein menjadi berwarna merah muda. Mekanisme teradsorbsinya indicator ini ditunjukkan oleh gambar berikut ini:

IV.             PERALATAN YANG DIGUNAKAN:


1.                   Neraca analitis
2.                   Labu ukur 250ml; 100ml
3.                   Gelas ukur 100ml
4.                   Botol semprot 500ml
5.                   Pipet gondok 25ml; 10ml
6.                   Pipet ukur 1ml
7.                   Batang pengaduk
8.                   Beaker glass
9.                   Corong gelas
10.               Labu Erlenmeyer
11.               Pipet filler
12.               Alat titrasi; Statip; Buret kaca 50ml


V.                BAHAN KIMIA YANG DIBUTUHKAN

1.                   Aquadest
2.                   Larutan NaCl
3.                   AgNO3
4.                   Indikator K2CrO4
5.                   Sampel Cl-
6.                   Sampel Br-
7.                   Larutan HNO3
8.                   Indikator Ferri Amonium Sulfat
9.                   Indikator Flouresceince


VI.              CARA KERJA
1.      Pembuatan larutan NaCl 0,015 N sebanyak 100 ml
a.       Timbang NaCl seberat 0,0876
b.      Larutkan dengan aquadest sampai tanda dibatas dilabu ukur 10 ml
c.       Tambahkan aquades sampai tanda batas
d.      Tutup labu ukur
e.       Aduk larutan dengan cara membolak-balik labu

2.      Standarisasi larutan AgNO3 (cara Mohr)
a.       Pipet 10 ml larutan baku NaCl
b.      Tambahkan 1 ml indicator K2CrO4
c.       Titrasi dengan larutan AgNO3 (kocok kuat terutama saat mendekati equivalen sampai terbentuk endapan merah bata)


3.      Penentuan Cl- cara Volhart
a.       Pipet 10 ml sampel, masukan ke dalam labu Erlenmeyer
b.      Tambahkan 5 ml larutan HNO3 6 N
c.       Tambahkan 40 ml larutan AgNO3 dari buret
d.      Saring endapan yang terbentuk
e.       Cuci endapan dengan HNO3 encer
f.       Filtrasi dan air cucian di tampung menjadi satu di dalam labu
g.      Tambahkan 1 ml indicator ferri amonim sulfat
h.      Titrasi dengan KCNS hingga terbentuk warna merah samar.

4.      Penentuan Cl- cara fajans
a.       Pipet 10 ml NaCl masukan ke dalam beaker gelas
b.      Tambahkan 3-5 tetes indicator  flourescince
c.       Titrsi dengann larutan AgNO3, endapan AgCl (berwrna putih) menggumpal kira-kira 1% sebelum titik akhir
d.      Titrasi dilanjutkan dengan meneteskan AgNO3 perlahan sambil kocok kuat sampai terbentuk endapan warna kemerah-merahan
                                                                                
5.      Penentuan Br- cara Volhart
a.       Pipet 10 ml Br-, masukan kedalam labu Erlenmeyer
b.      Tambahkan 5 ml asam HNO3 6N
c.       Tambahkan 0,5 ml indicator ferri ammonium sulfat
d.      Tambahkan 40 ml larutan AgNO3 1 N
e.       Titrasi dengan larutan KNS- sampai timbul warna merah darah (samar)
f.       Larutan duplo/triplo, hitung rata-rata ml titran dan masukan ke dalam perhitungan

6.      Standarisasi larutan KCNS
a.       10 ml larutan AgNO3 dari buret, masukan kedalam labu Erlenmeyer
b.      Tambahkan 1 ml indicator ferri ammonium sulfat
c.       Titrasi dengan larutan standar KCNS sampai timbul warna merah darah (samar)
d.      Lakukan duolo/tripl, hitung rata-rata ml titran masukna ke dalam perhitungan












VII.          DATA PENGAMATAN


1.      Data Hasil Penimbangan

a.       Penimbangan
Berat kertas kosong          = 0,2966 gram
Berat kertas + zat             = 0,3842 gram +
Berat Zat                           = 0,0876 gram




PERCOBAAN
NaCl
AgNO3
KCNS
SAMPEL
gr
V1(ml)
V2(ml)
Rata-rata
V5(ml)
Rata-rata
Cl- V6
Br-V3
Standarisasi
AgNO3
0,0876
10
10,5






10
10,4
10,45





10






Standarisasi
KCNS


10

11





10

10,9
10,95




10





Cl- cara fajans


10,3



10









Cl- cara volhart




30,4

10









Br- cara Volhart




29,8

10












VIII.       PERHITUNGAN


1)      Menghitung  berat NaCl

M x BE x Vol= 0,015x 58,43x 0,1 = 0,0876 gram

2)      Menghitung volume KCNS

 V  = N .VOL  = 0,015 x 250 = 7,5
1                                 0,5




3)      Perhitungan Standarisasi AgNO3

N5 = 10 x 0,015  = 0,0,0143 mol/L
    10,45


4)      Perhitungan Standarisasi KCNS

N5  =  V2 N5  =  10 x 0,0143  =  0,0131 mol/L
  V5                10,95


5)      Penentuan Cl- cara fajans

V6.N6 = V2.N2
N6  =  V2 N2  = 10,3 x 0,0143 = 0,0147 mol/L
   10                  10

6)      Penetuan Cl- cara Volhart

M grek AgNO3 = (m grek KCNS + m grek Br-)
NCl- (N6) = (40 x N2) – (V5N5)
                    10
= (40 x 0,0143) – (30,4 x 0,0131)
                                       10
            = 0,0572 – 0,3982  =  0,0174 m
                            10

7)      Penentuan Br- cara Volhart

M grek AgNO3 = (grek KCNS + m grek Br-)
M grek Br-        = (m grek AgNO3 – m grek Br-)
N Br- (N7)        = (40 x N2) – (V5N5)
                                          10
                          = (40 x0,0143) – (29,8 x 0,0131)
                                                 10
                          = 0,572 – 0,3904  = 0,0182
                                        10









IX.             KESALAHAN STANDARASASI

  1. % Kesalahan standarisasi dari AgNO3

0,015 – 0,0143 x 100% = 4,7%
                        0,015

  1. % Kesalahan standarisasi KCNS

0,015 – 0,0131 x 100%  = 12,6%
0,015



X.                KESIMPULAN

Argentometri merupakan titrasi pengendapan dengan larutan standart AgNO3. Dandalam argentometri ini metode yang digunakan ada tiga, yaitu : metode Fajans(Indikator Arbsorpsi), metode Mohr (pembentukan endapan warna), metode Volhard (penentuan zatwarna yang mudah larut). Metode Mohr, ion kromat bertindak sebagai indikator yang banyak digunakan untuk titrasi argentometri ion klorida dan bromida. Titik akhir titrasi dalam metodeini ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata dari perak kromat. Metode Volhardmenggunakan larutan standar ion tiosianat untuk mentitrasi ion perak: Ion besi(III) bertindak sebagai indikator yang menyebabkan larutan berwarna merah dengan sedikit kelebihan iontiosianat. Metode Fajans menggunakan indikator suatu senyawa organik yang dapat diserap pada permukaan endapan yang terbentuk selama titrasi argentometri berlangsung.